Rabu, 25 April 2012

resiko

bukannya pernah kita sepakat?
sepakat untuk tidak terlihat

aku duduk
dan kamu mengangguk.

untuk saling tau
pun tak peduli orang lain keliru

lepas berikat kata 
lewat surat yang tak nyata

kupikir..
dari rasa kita, kamu jua takkan mangkir

lalu nyata peduli apa kamu pada kesepakatan
rupa paham kita tak sejalan

pun ternyata kamu hapus kamu punya rasa
tiada lain kulakukan, tak tau lagi dimana harus sembunyikan rasa.

hilang.
yasudah, semua hilang.


yasudahlah :")

Sabtu, 07 April 2012

cerita sang karcis #1

rasanya nggak bosan saya mengingat kejadian ini.
coba saya tarik waktu beberapa ahri ke belakang, dimana dari sebuah benda berbentuk lembaran yang biasa dipanggil karcir, bisa begitu membuat saya terpingkal untuk mengingatnya. 

langit sore semu jingga,cuaca cukup cerah setelah hujan sepanjang siang. sedari siang memang sudah berencana buat survey menyangkut tugas salah satu mata kuliah.  bersama Anhari--teman seper-malu-an saya dalam kejadian satu ini--. Setelah melalui beberapa perhelatan, keraguan, dan sedikit keributan, akhirnya saya dan Anhari memutuskan untuk berangkat ke TKP, salah satu rumah sakit besar di tepi kota Jogja.

kurang lebih sepuluh menit di atas sepeda motor, sampai juga di tempat tujuan. gerbang masuknya megah. tinggi besar dan kokoh. Di depan motor yang kami naiki, sebuah mobil ,entah x*nia, entah av*nza-saya nggak begitu ingat-sedang berhenti sejenak. mobil ini juga mau masuk ke RS. seper-sekian detik, terlihat tangan yang menjulur dari jendela mobil mendekat ke sebuah benda kotak berwarna merah. dan beberapa detik setelahnya tiba-tiba keluarlah sebuah kertas karcis dari mesin tersebut. 

     "Oh, mesin karcis otomatis"  pikir saya,dan saya yakin se-yakin-yakinnya kalau anhari juga berpikir sama

Mobil berjalan maju, berarti sekarang giliran kami!
di depan kotak merah yang sama kami berhenti, dan menjulurkan tangan untuk dapat karcis yang sama agar bisa masuk ke dalam RS. dua detik, tiga detik...sepuluh detik tapi belum ada apapun yang keluar dari lubang karcis.

"mana, Anh?" tanya saya.
"gatau" sambil terus menengadahkan tangan di depan mesin merah tadi.

saya mulai berpikir kalau ini bukan mesin karcis otomatis, pasti ada sebuah tombol untuk mengeluarkan karcisnya. sama dengan mesin-mesin karcis yang sudah umum ada di beberapa pintu tol. mata saya mulai menjelajah dari ujung atas ke ujung bawah mesin tadi. memastikan memang benar seharusnya ada tombol disitu. tapi nihil.

di sisi lain, Anhari mungkin berpikir bahwa kotak merah itu memakai sistem sensor. mungkin terbawa dari kuliah Otomasi Sistem Produksi. sibuk sekali tangannya digerakkan kesana kemari dibawah lubang karcis. ke kanan, ke kiri. tak puas karena karcis tak kunjung nongol, dia mulai memasukkan tangannya ke dalam penutup lubang, pun nggak berhasil. lalu dipukul nya pelan kotak merah itu. saya pun ikut membantu. 

intinya, kami sibuk. sama-sama sibuk. dan nggak juga berhasil. 

"gimana, Anh?"

masih asik (sibuk.red) karena karcis tak kunjung nongol, tiba-tiba dari balik tembok belakang mesin karcis muncul seorang lelaki bercelana panjang warna biru dongker. 

"mas!" raut mukanya aneh. saya yakin itu raut muka orang yang sekuat tenaga menahan tawa.
"ya?" saya dan Anhari serempak menengok.
"kalo motor langsung masuk aja, mas!" ... "langsung parkir aja di belakang!"


....to be continued

Jumat, 06 April 2012

Langit, 
terimakasih untuk selalu menjadi siang dan malam ku...


love,
Bumi