Sabtu, 06 April 2013

terlanjur

dulu ibarat menaruh lintah di atas nadi sendiri
terbiarkan menghisap apa yang ingin dia hisap
meski tau melepasnya secara paksa meninggalkan luka yang tak akan sembuh
lintah sudah menempel.

kini benar lukanya perih
tak kunjung sembuh, 
tapi lintahnya sudah hilang

Jumat, 08 Maret 2013

Pesan untukmu

Hey,
Apakah kau merasa punya hal yang mungkin penting untuk kau bicarakan denganku, atau minimal kau sampaikan padaku?
Jika ada, mari bertemu dan selesaikan. Ambil waktu sesukamu, tapi selesaikan.
Jika tidak, berhentilah mengganggu usahaku melupakanmu. Berhentilah datang dengan rasa tak bersalahmu. Jadilah tak terlihat untuk ku.

Semoga kau baca kali ini

Sabtu, 09 Februari 2013

dreams (!)

Bicara mengenai prinsip, beberapa orang bilang,"jalani saja hidupmu seperti apa adanya, dia membawamu kemana seharusnya kamu berada pada saatnya nanti." jujur saja saya cenderung nggak setuju pada pandangan tersebut. prinsip ini membuat seseorang cenderung pasrah sama keadaan, pesimis dan akhirnya skeptis terhadap optimisme dan menganggap remeh sebuah harta berharga yang sering disebut "usaha dan tak menyerah". bagi saya, hidup saya, saya sendiri yang harus tentukan. bukankah harus ada tujuan untuk setiap perjalanan, kecuali kau ingin tersesat. bahkan katakanlah saat saya katakan saya "ingin tersesat" bukankan itu juga sebuah tujuan, dan karena itu saya berjalan dengan menutup mata. saya jauh lebih percaya sama prinsip "kamu nggak akan kemana-mana kalau kamu nggak tau mau kemana." and here I go, i'll create my own path.

dalam tulisan kali ini, saya coba buat menggambarkan sedikit dari ribuan impian yang ada di otak saya. bukan buat pamer, bukan buat mengumbar, atau apapun yang berbau nggak enak. disini saya cuma pingin menuangkan pemikiran saya, sekaligus sebagai pengingat untuk saya sendiri kalo saya punya mimpi yang HARUS dicapai. atau setidaknya, diperjuangkan. bakal lebih bagus lagi kalau ternyata tulisan saya ini bisa berguna buat orang lain. i wish.


 oke... kita mulai darimana?
hmm.. saya adalah mahasiswi semester delapan berumur 20 tahun 3 bulan. saat ini saya memulai petualangan baru, orang-orang menyebut petualangan ini "TUGAS AKHIR". yah, skripsi. Beruntung bagi saya karena sudah mendapat judul disaat pendaftar lain masih menunggu dosen pembimbing (walaupun sebagian yang lain sudah setengah jalan). bukankah itu anugrah? saat saya menulis tulisan ini, saya sedang menjalani magang di sebuah perusahaan impian sebagian orang, ExxonMobil Indonesia, dan saya sangat bersyukur atas itu.

mulai dari mimpi saya yang pertama, S2 di Eropa. kedengarannya muluk-muluk ya? ya tapi itulah mimpi saya yang selalu masuk dalam list doa saya. hehe. tadinya, saya berencana untuk langsung melanjutkan sekolah kesana setelah saya selesai S1 sekarang ini, tapi setelah beberapa obrolan dengan orang tua saya dan beberapa sepupu yang sedikit lebih berpengalaman, ada sedikit perubahan rencana. tapi tak menggoyahkan mimpi saya yang satu ini sedikitpun.

oke, mimpi selanjutnya. sejujurnya, saya nggak begitu tertarik untuk menjadi "wanita kantoran". tapi untuk hidup di jaman ini, rasanya step itu harus saya tempuh untuk menggapai mimpi saya yang lain, seorang pengusaha. yap. pengusaha.  masih belum tahu pasti sih pengusaha yang seperti apa, tapi harus. seenggaknya saya punya restoran, atau semacam investasi sendiri. pokoknya yang bisa menghasilkan rupiah, dan bisa dipantau atau diurus dari rumah, seenggaknya sesekali sibuk nggakpapa lah. mari kita explore lebih dalam kenapa pilihan saya nggak berat ke option "wanita kantoran". hmmm.. begini, saya ini kan perempuan, cepat atau lambat, saya bakal jadi istri kan? dan kalo Tuhan ijinin, saya bakal jadi ibu dari anak-anak saya kan? selama ini saya belajar dari orang-orang di sekitar saya, bagaimana lingkungan mempengaruhi keluarga, lalu mempengaruhi kelangsungan hidup, dan segala sesuatu menyangkut siklus dan sistem kehidupan. dan saya akan punya andil penting dalam sistem yang disebut keluarga. buat suami saya besok, buat anak-anak saya. saya mau jadi istri yang bisa bantu suami (secara financial) yang berarti sekaligus nggak terlalu menggantungkan hidup saya sama suami, tapi, saya juga mau jadi istri dan ibu yang baik. banyak waktu untuk ngurus rumah dan anak, ada di rumah waktu suami pulang kerja, yah begitulah kira-kira. dan apa itu bisa saya lakukan kalau saya dedikasikan hidup saya jadi "wanita kantoran"? nope :). muluk-muluk (lagi) ya? yah, tapi saya pikir itu harus dipikirkan dari sekarang. kalo nggak gitu, bisa-bisa saya malah jadi pengangguran nggak jelas, naaudzubillahimindzalik.

so, apa hubungannya antara S2 dan pengusaha? begini, untuk jadi pengusaha butuh modal. dari mana modal? dari kerja dulu, mau nggak mau harus jadi "wanita kantoran" dulu sekaligus nambah ilmu. mau ilmu dan modal yang 'cantiik' perusahaan dan posisi juga harus 'cantik' kan? menurut pandangan saya, semakin tinggi jenjang pendidikan yang ditempuh, semakin banyak ilmu yang dipunya, semakin tinggi juga penghargaan perusahaan terhadap seseorang. so, bisa simpulkan sendiri dimana benang merah dari tulisan saya kali ini.

yah, itu mimpi saya saat ini. yah, seenggaknya itu yang paling jelas diantara mimpi-mimpi kecil yang masih gentayangan dan ngambang di otak saya. semoga tulisan ini bisa jadi pengingat buat saya buat nggak menyerah atas mimpi-mimpi saya. nggak pantes nyerah sama keadaan seburuk apapun. selalu ada jalan, dan jalan ada ketika ada tujuan. selamat malam :)

Selasa, 29 Januari 2013

setetes memori

Ingatkah dia ketika sore itu kami sesama berbaring diantara dinding yang sembunyikan kami dari terik diluar yang beringas? aku berdiam disampingnya, mendengarnya bercerita tentang hidupnya. Detik waktu melambat seiring ceritanya yang kian sendu. Masih termangu mendengar segala liku hidupnya, sampai ketika dia tumpahkan segala rindunya pada ayahnya.. Auranya membiru, berubah pilu seakan tak tau lagi kemana harus mengadu rindu. Seakan sebongkah rindunya itu tak bisa lagi bertahan sebelum akhirnya meledak dan tangis pun pecah. Aku tau sekuatnya dia tahan air mata agar tak muncul, tapi tak mampu. Jelas sekalli kuingat dia kepalkan tangannya karena endapan marah dan kesal akibat budi pada ayahnya belum sempat dia balas, belum mampu dia banggakan ayahny. Begitu ucapnya bersamaan air matanya jatuh dari mata kanannya. Aku tak lagi berfikir, mengusap air matanya dan sedikit kata penenang terlontar begitu saja. Setidaknya hanya itu yang bisa kulakukan untuk mengurangi kepiluan yang menyelimutinya. Airmatanya masih mengalir, kuusap lagi dan dia berkata lagi, dia rindu ayahnya, mengucap terimakasih padaku untuk menjadi pendengar kepiluannya sembari menggenggam tanganku di pundak kanannya. Tiba-tuva semua terasa hening, tenang.

Ya, kenangan. Kumaafkan.
What a relief!

Minggu, 27 Januari 2013

hampir saja!

Sebulan. Tepat sebulan sejak keputusanku. Sungguh sekuat tenaga aku berjuang untuk menyusun kembali hidupku yang pernah dia hancurkan. Sudah sejauh ini, sudah sekian besar serpihan hidupku yang berhasil kususun. Pelan-pelan. Sedikit demi sedikit. Berkali-kali jatuh. Tapi sudah kuputuskan untuk tak menyerah. Aku sudah berhasil sejauh ini. Aku sudah bisa senyum dan tertawa lagi. Sinarku perlahan kembali.

Lalu sesaat usahaku tiba-tiba buram. 26 Januari 2013. Dengan ringan dia datang lagi menyusup diantara serpihan membuat yang sudah tersusun nyaris runtuh lagi. Tanya, tata, dan tawa ringan seakan tak ada sedikitpun rasa sesal dia pernah menghancurkan aku. Coba saja dia ada di posisiku sekarang. Yakinku dia juga rasa begini. Aku sudah sangat nyaris bisa memaafkannya meski tak ada kata maaf. Aku sudah hampir bisa melupakannya dan segala hal yang pernah dia lakukan padaku. Kenapa dia datang dengan ringan seperti ini? Dia membangunkan marahku karena keringanannya.

Tapi beruntung aku tersadar sebelum terlambat. sebelum benciku sampai di  ubun-ubun lalu meledak. sudah jadi keputusanku untuk memaafkan. Sudah jadi keputusanku untuk melupakan. Akan kususun lagi yang tadi nyaris runtuh. Aku marah, tapi tak benci. Membenci hanya mempersulitku. Menyempitkan hidupku.

Aku tak akan membenci. Seburuk apapun, sejahat apapun, segelap apapun, sehancur apapun, Aku takkan membenci. Aku masih punya mimpi. Membenci menjauhkanku dari realisasi mimpi.apa yang pernah terjadi karenanya pernah menghancurkan hidupku sekali, membencinya pernah membuatku kehilangan arah, tapi sekarang Takkan kubiarkan ia menghancurkan mimpiku yang berharga. aku janji.

Selasa, 22 Januari 2013



mana balon bintang warna merah yang dulu pernah kamu janjikan sama saya? 

Selasa, 08 Januari 2013

forgiveness

Kata orang larut dalam kesedihan itu nggak baik. yeah, sejauh ini yang saya rasakan itu benar. sayangnya saya belum menemukan celah untuk keluar dari jerat gelap yang bikin saya berantakan. sampai detik ini saya masih mencari cara, bukan mencari, senantiasa mencoba segala cara untuk merapikan kembali hidup saya. saya sedang kerahkan semua pasukan dan sekutu saya untuk menarik saya keluar dari zona gelap, tapi sampai sekarang belum berhasil juga.

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Dalam kasus ini sebenarnya oknum atau tersangkanya memang bisa dibilang sedikit kurang ajar, bukan sedikit, cenderung (maaf) brengsek. mungkin saya bisa bilang begitu karena sekarang saya masih marah. ya maaf, saya nggak berniat untuk menebarkan bibit permusuhan, hanya bingung mencari sebutan yang pas. sampai saat ini, nggak ada kabar, nggak ada maaf, dan (mungkin) nggak ada niatan buat menepati janji, ataupun memperbaiki keadaan. karena (mungkin lagi) si oknum sudah berada pada zona aman dan nyaman.

Saya sendiri masih marah dan kecewa sama badan, otak dan hati saya. kenapa? karena sejauh ini saya masih belum ngerti sebab atau alasan saya pernah menaruh kepercayaan besar sama orang yang salah. jujur saya kecewa sekali. saya bahkan mengabaikan larangan, himbauan, dan peringatan dari sahabat dan orang orang terdekat. yah penyesalan memang selalu datang di belakang, kalo di depan, namanya pendaftaran, kan? yang lebih di sayangkan lagi, pikiran tentang oknum masih sering muncul di otak saya. bodoh.

Saat benci dan sayang saling tuding dan berada pada posisi yang sama berat, satu-satunya jalan adalah melupakan. yeah, itu satu-satunya jalan yang terpikirkan di tengah-tengah otak saya yang amburadul. ya walaupun nggak segampang teorinya, melupakan adalah sebuah fungsi tujuan yang memiliki banyak constrain atau batasan yang nggak spesifik, sehingga untuk mencapai nilai optimum, yaitu 'benar-benar lupa' sulit sekali tercapai. padahal nilai optimum 'benar-benar lupa' merupakan satu variabel dari fungsi tujuan yang lebih tinggi lagi, yaitu kembali ke kehiduipan normal.

Untuk mencapai nilai optimum tadi, saya melakukan research ke sahabat-sahabat saya, mereka yang senantiasa support saya. ternyata sejauh ini, dari inti pemecahan masalah yang saya tarik dari kumpulan masukan yang mereka kasih, memaafkan adalah variabel penting yang harus di aplikasikan. lagi-lagi sebuah teori ringan yang berat untuk di praktekkan. pertama-tama saya harus berdamai dulu sama diri saya sendiri, baru memaafkan oknum. setelah dua variabel itu terpenuhi, mereka bilang akan lebih mudah untuk mencapai tujuan utama saya, yaitu kembali ke hidup normal saya yang menyenangkan. walaupun nggak secara langsung, masih banyak variabel yang harus saya kumpulkan.

Tugas besar saya sekarang adalah membuat sistem pemroses-maaf yang sebesar-besarnya kemudian memasukkan segala negativitas ke dalamnya untuk di proses dan dihapus dari peredaran. termasuk segala hal yang bersagkutan dengan oknum. bukan untuk membuat saya dan dia menjadi bermusuhan, memutus persaudaraan atau apapun yang berbau negative. hanya bertujuan untuk memperbaiki keadaan. mungkin saja suatu saat nanti saat semua sudah normal, saya dan dia bisa kembali menjadi teman.

(seperti kata seorang sahabat, saya harus mencoba jadi seperti daun. 
"maafkan sang angin walapun anginlah yang buat dia jatuh")

Untuk diingat, ini masih merupakan teori yang masih dalam proses aplikasi dalam real life.saya sebagai pihak yang sedang menerapkan teori ini mengakui bahwa teori ini sangat kompleks dan berat. dalam percobaannya saja, rentan sekali terjadi kegagalan dalam proses yang menyebabkan tumbuhnya rasa nggak yakin. saat saya menulis ini, saya sedang mengalami krisis percaya diri, tapi saya harap teori ini berhasil.

Terimakasih untuk sahabat dan orang-orang terdekat yang selalu ada saat saya terbang maupun terpuruk. saya janji saya nggak akan nyerah selama kalian tetap ada untuk support saya.